Jumat, 19 Juni 2015

TERNYATA DOA BUKA PUASA “BUKAN DOA RASULULLAH"


          Doa berbuka puasa yang sudah populer dibaca oleh kaum muslimin ingin mengulas keabsahan hadis doa berbuka Allāhumma lakaumtu…dst, yang disebut-sebut sanadnya lemah (menurut Ibnu Hajar Al-Asqolani) dan malah ada yang bilang palsu (menurut Mullah Al-Qani)”.
            Nabi Muhammad Saw apabila berbuka puasa membaca “Allāhumma lakaumtu wa ‘ala rizqika afṭartu”(Hadis Riwayat Abu Daud dari Mu’az bin Zahrah). Terjemahan dari hadis di atas adalah: Ya Allah karena Mu aku berpuasa dan atas rezeki Mu aku berbuka, tanpa ada penambahan “wabika āmantu dan birahmatika yā arhamarrāhimīn”.
            Setelah ditelusuri sumber asli dari hadis, ditemukan di dalam kitab ‘Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abi Daud dalam bab “Ucapan ketika berbuka/ Bab Al-Qaul ‘indal ifṭar” no.22 hadis no.2355, cetakan Daarul Hadis tahun 2001, menjelaskan bahwa Nabi Muhammad Saw apabila berbuka puasa membaca doa singkat seperti teks hadis di atas, dan ibnu Al-Malik mengatakan doa ini dibaca sejenak setelah berbuka puasa.
            Mata rantai periwayat hadis di atas terdiri dari 5 orang, yaitu Imam Abu Daud dari Musaddad dari Husyaim dari Huṣain (dengan huruf shad) dari Muaz bin Zuhrah “menghubungkan langsung” lafaz doa berbuka puasa yang populer dibaca oleh para ulama Indonesia bahkan oleh umat Islam di dunia ini, kepada Nabi Muhammad Saw.
            Yang menarik dalam kajian hadis ini adalah, ternyata hadis yang sudah dihafal mati oleh hampir seluruh kaum muslimin yang menjalankan ibadah puasa mulai dari tingkat anak-anak sampai orang-orang dewasa bahkan ustaz-ustaz dan para ulama, adalah hadis mursal, yaitu hadis yang terputus periwayatnya, yaitu antara Muaz bin Zuhrah dengan Nabi Muhammad Saw ada seorang sahabat yang tidak disebut dalam mata rantai riwayat hadis tersebut, karena perkataan Muaz bin Zahrah “mendapat informasi” dari Nabi Saw, sebenarnya melalui perantara, sayangnya perantara itu tidak disebut di dalam rangkai periwayat, maka sanad hadis ini dikatakan musral.
            Dengan kata lain, Muaz bin Abi Zahrah tidak pernah bertemu langsung dengan Nabi Muhammad Saw, karena beliau adalah seorang generasi pertengahan dari tabi’in (tanpa tahun wafatnya). Sedangkan periwayat yang di bawah tingkatannya adalah Huṣain bin Abd Rahman (wafat 136 H) adalah generasi kecil (yunior) tabi’in, dan periwayat berikutnya lagi Husyain bin Basyir (wafat 183 H) dan periwayat berikut adalah Musaddad bin Musarhad (wafat 228 M) dan sampai kepada Abu Daud Al-Sajastani (wafat 275 M). Matan hadis populer ini terdapat dalam karya monumentalnya “Sunan Abi Daud” yang memuat 4800 hadis, tergolong kepada kitab induk (ummahat). Dan perlu digaris bawahi, hanya Imam Abu Daud satu-satunya yang mencantumkan doa berbuka puasa ini, tidak terdapat pada kitab-kitab induk yang lain, seperti Sunan An-Nasai, Turmuzi, apalagi Ṣahih Bukhari dan Ṣahih Muslim, dan lain-lain.
            Hasil penelusuran dari mata rantai (sanad) periwayat hadis berbuka puasa ini menyimpulkan bahwa hadis ini tidak tergolong kepada hadis ṣahih, karena hadis ṣahih seperti yang didefenisikan oleh Imam Nawawi dan Ibnu Ṣalah adalah: hadis yang mata rantai (sanad)nya tidak terputus diriwayatkan oleh perawi yang adil (dapat dipercaya, bagus akhlaknya, istiqamah dalam agamanya, lagi kuat ingatannya tanpa ada keganjilan dan cacat moral).
            Dengan demikian, hadis tentang berbuka puasa yang telah diamalkan dan dibaca menjelang berbuka puasa atau setelah berbuka puasa, digolongkan kepada hadis aif, dan jika ada hadis ṣahih yang dibaca ketika berbuka puasa sebaiknya lebih diprioritaskan dari pada hadis ini.
            Imam Nawawi di dalam kitab “Majmu’ Syarah Muhazzab Abi Ishaq AsySyairazi” menjadikan hadis di atas sebagai landasan hukum, bahwa sunat bagi orang-orang yang berpuasa untuk membaca doa tersebut ketika berbuka, dengan teks “Allāhumma lakaṣumtu wa ‘ala rizqika afṭartu”tidak seperti apa yang biasa kita baca “Allāhumma lakaṣumtu wabika āmantu wa ‘ala rizqika afṭartu birahmatika yā arhamarrāhimīn”, ada penambahan “wabika āmantu”, menurut Imam Nawawi hadis ini diriwayatkan dari Abi Hurairah (tanpa menyebutkan sumbernya), sedangkan di dalam kitab Sunan Abi Daud diriwayatkan dari Muaz bin Abi Zahrah dan dari Ibnu Umar dari kitab Sunan An-Nasai, namun Imam Nawawi tetap mengatakan bahwa hadis ini adalah garib (yang diriwayatkan oleh perorangan) yang dikelompokkan kepada hadis ḍaif, dan juga hadis mursal.
            Setelah penulis menelusuri, ternyata tidak disebutkan Abi Hurairah sebagai periwayat yang bertemu langsung dengan Nabi Muhammad Saw. Diduga kuat mursal yang dimaksud oleh Imam Nawawi bukan mursal sahabat, boleh jadi mursal tabi’in, atau boleh jadi juga diriwayatkan oleh Abu Hurairah di dalam kitab selain dari Kutubussittah (kitab induk yang enam, Ṣahih Bukhari, Muslim, Abu Daud, An-Nasai, Turmuzi, Ibnu Majah).
            Namun yang menjadi pertanyaan serius bagi kita, mengapa Imam Nawawi mengambil hadis di atas sebagai amalan untuk dibaca ketika berbuka puasa, sementara ada hadis yang kualitasnya lebih ṣahih dari hadis ini, seperti hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar: Adalah Nabi Muhammad Saw apabila berbuka puasa membaca “zahabazzomah, wabtallat al-‘uruqu, waṡṡabatal ajru insya Allah” (telah hilang dahaga, telah basah urat-urat leher, dan semoga berbuah pahala insya Allah). Dan kualitas hadis ini lebih baik dari hadis mursal.
            Menurut penulis ada beberapa pertimbangan Imam Nawawi menjadikan hadis mursal di atas sebagai bacaan untuk berbuka puasa.
            Pertama, hadis musal di atas meskipun digolongkan kepada hadis ḍaif, akan tetapi dapat dijadikan hujjah (alasan) untuk faḍail ‘amal (amalan-amalan anjuran). Kedua, mursal yang terjadi di dalam hadis ini adalah mursal sahabat, yaitu seorang periwayat pada level sahabat tidak disebutkan dalam mata rantai (sanad) hadis dan para sahabat telah dijamin keakurasian. Ketiga, keḍaifan hadis di atas dapat dibantu dengan riwayat-riwayat yang lain, seperti riwayat dari Abi Hurairah dan Ibnu Umar.
            Kesimpulan penulis, terhadap takhrij hadis yang sederhana ini, kedua hadis doa berbuka puasa di atas dapat diamalkan, hanya saja pengamalannya dikondisikan. Jika berpuasa dengan air minum, maka bacalah doa “zahabazzomah, wabtallat al-‘uruqu, waṡṡabatal afru insya Allah/ telah hilang dahaga, telah basah urat-urat leher, dan semoga berbuah pahala insya Allah. Dan jika berbuka puasa dengan kurma atau buah-buahan dan makanan, bacalah doa: Allāhumma lakaṣumtu wa ‘ala rizqika afṭartu/ ya Allah karena Mu aku puasa, dan atas rezeki dan pemberian Mu aku berbuka.
            Dan menurut konteks ke Indonesiaan biasanya kita berbuka dengan air minum, baru menyusul buah-buahan dan makanan, maka sebaiknya membaca do’a yang pertama. Wallahua’lam bil ash-shawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar